Defriman Djafri
Dekan, Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Andalas
Ketua, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat

Vaksinasi Covid-19 akan segera dilaksanakan di masing-masing daerah di Indonesia. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) menjadi garda terdepan memberikan layanan vaksinasi Covid-19. Alokasi pendistribusian vaksin Covid-19 sebanyak 1,2 juta dosis tahap pertama sedang berjalan saat ini. Kondisi pandemi dalam melaksanaan vaksinasi sangat berbeda dengan kondisi seperti biasanya. Disisi lain, kepercayaan, keamanan dan efektifitas vaksin menjadi pertanyaan banyak orang saat ini. Apakah tantangan dan kendala yang akan diantisipasi dalam pelaksanaan vaksinasi dimasa pandemi Covid-19 ini kedepan.?

Disinformasi vaksinasi Covid-19
Dari pengalaman dilapangan, tantangan terbesar adalah memberikan pemahaman dan informasi yang utuh dan komprehensif mengenai pentingnya vaksinasi Covid-19. Vaksinasi tidak saja merupakan upaya intervensi yang diharapkan efektif oleh pemerintah dalam memutus mata rantai penularan Covid-19, tetapi untuk efek yang lebih besar agar yang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, pencapaian kekebalan kelompok (herd immunity), penguatan sistem kesehatan dan tentunya berdampak terhadap produktivitas sosial dan ekonomi kedepan. Hasil studi persepsi penerimaan vaksin kerjasama WHO, UNICEF dan Kemenkes RI yang dilaksanakan September 2020 lalu dengan jumlah sampel 8364 responden, aspek keamanan vaksin (59,03%), efektifitas vaksin (43,17%) dan kepercayaan agama (15,97%) menjadi alasan terbesar masyarakat tidak akan menerima vaksin Covid-19. Apalagi saat ini, informasi persetujuan penggunaan vaksin pada masa darurat (Emergency Use Authorization/EUA) ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin ini belum dikeluarkan. Antisipasi pemerintah dalam memberikan pemahaman ini, perlu mempersiapkan strategi promosi kesehatan dalam memberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan dan ahli yang kompeten memberikan informasi untuk menghindari disinformasi yang diterima oleh masyarakat. Antisipasi ini, tidak hanya mengantisipasi keraguan bagi tenaga kesehatan dan tenaga penunjang dan mahasiswa profesi kedokteran yang bekerja difasilitas kesehatan akan memperoleh vaksin pada tahap 1 (satu) ini, tetapi juga untuk mempersiapkan untuk kelompok non kesehatan atau masyarakat awam pada tahap 2, 3 dan 4 kedepan yang minim mendapatkan informasi mengenai vaskinasi ini.

Vaksinasi dengan menerapkan protokol kesehatan
Tatangan berikutnya adalah proses pelayanan vaksinasi dengan menerapkan protokol kesehatan. Kesiapan pelayanan vaksinasi, tidak hanya kesiapan tenaga, peralatan, logistik serta sarana rantai dingin sesuai degan jenis vaksin Covid-19 perlu disiapkan dengan skenario penerapan protokol kesehatan Covid-19. Dimasa pandemi ini, tidak ada yang sulit bagi tenaga vaksinator dalam memberikan pelayanan vaksinasi, jika tenaga vaksinator ini benar-benar terlatih dan mengikuti SOP yang tidak sama dengan proses vakasinasi dengan kondisi biasanya/normal. Petunjuk teknis vaksinasi Covid-19 sebagai acuan dan pedoman yang harus dijalankan oleh tenaga vaksinator dalam 4 (empat) tahapan kedepan. Perlu kita pahami, FKTP yang ditetapkan nantinya sebagai tempat dilaksanakan vaksinasi tentunya tetap menjalankan layanan esensial kesehatan (promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi, dan pencegahan dan pengendalian penyakit), jangan sampai ini terabaikan kedepan. Yang perlu diantisipasi kedepan adalah jika tenaga kesehatan yang bertugas di FKTP yang telah ditetapkan, banyak terkonfirmasi positif Covid-19, pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat pelayanan vaksinasi akan dilakukan lockdown untuk menghidari penularan lebih luas lagi. Skenario terburuk ini perlu dipersiapkan kedepan, bukti tempat pelayanan kesehatan yang di lockdown sudah banyak dilaporkan dalam kondisi pandemi ini. Jangan sampai nanti, target dari proses pelaksanaan vaksinasi tidak tercapai sesuai waktu yang ditentukan dan menghindari terjadinya proses pelaksanaan vaksinasi menjadi sumber penularan baru. Tenaga kesehatan dan vaksinator yang menjadi garda terdepan merupakan panutan bagi masyarakat, keterampilan dan kehati-hatian menjalankan tugas dan wewenang menjadi kunci keberhasilan program layanan vaksinasi ini kedepan.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI adalah risiko yang akan terjadi dalam pembentukan kekebalan seseorang tehadap penyakit (imunisasi). Risiko yang tejadi diantaranya adalah reaksi vaksin, rekasi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsiden sampai ditentukan adanya hubungan sebab akibat (kausal). Kejadian ini perlu diinformasikan kepada masyarakat, untuk menjaga dan mambangun kepercayaan publik kedepan. Tidak ada vaksin 100% aman dan tanpa risiko sama sekali. Disisi lain, antisipasi diperlukan pemantauan dan evaluasi severitas (tingkat keparahannya) yang terjadi. Karena pemantauan ini secara tidak langsung membantu meningkatkan kualitas layanan kedepan. Tentunya pelaksanaan yang baik akan mengurangi risiko KIPI itu sendiri. Antisipasi yang lain, peningkatan upaya promosi kesehatan melalui program KIE dalam meningkatkan pengetahuan mengenai KIPI ini sangat diperlukan pada kondisi pandemi Covid-19. Penanganan KIPI yang baik dan komprehensif akan menunjang keberhasilan program layanan vaksinasi ini kedepan.

Pelaksanaan vaksinasi dimasa pandemi Covid-19 ibarat vaksinasi dilakukan dengan kondisi darurat. Semua sudah direncanakan bisa saja berbeda dilapangan. Pengalaman dan evaluasi serta kegagalan program vaksinasi selama ini bisa menjadi rujukan untuk pelajaran yang diambil kedepan. Antisipasi dengan kondisi pandemi Covid-19 perlu dipersiapkan dengan mempertimbangkan dengan matang. Keberhasilan dan efektifitas program vaksinasi ini merupakan tumpuan dan harapan semua sektor, agar pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Semua aktivitas dan produktifitas kehidupan sosial dan ekonomi bisa berjalan normal kembali.(*)

“ Tulisan ini telah dimuat di Harian Padang Ekspress edisi Kamis 7 januari 2020 ”


Akhir Tahun dan Tahun Baru, Akhir Pandemi dan Pandemi Baru?

Sudah genap 300 hari saat ini sejak pertama kasus Covid-19 di laporkan di Indonesia. Berbagai upaya dan evaluasi berbagai pihak telah dilakukan untuk pengendalian pandemi ini. Tahun 2020 akan berakhir, apakah pandemi Covid-19 ini juga akan berakhir dalam penantian pergantian tahun ini.? Disisi lain, saat ini varian baru dari mutasi virus corona menjadi ancaman nyata yang akan dihadapi kedepan. Harapan dan ancaman ini menjadi penting kita pelajari, mempersiapkan bekal dan mengevaluasi yang telah dijalankan untuk menghadapi pandemi global Covid-19 dan bertahan dalam menjalankan roda kehidupan ini kedepan.

Harapan mengakhiri pandemi
Harapan bentuk optimisme kita pentingnya pelajaran yang diambil dalam proses penanganan pandemi Covid-19. Tercerah harapan semuanya akan kembali normal seperti biasanya. Ada beberapa pelajaran dari informasi dan evaluasi yang kita peroleh dari pengetahuan dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengurangi risiko penularan Covid-19.

Pertama, Risiko Covid-19, Covid-19 tidak hanya sekedar Flu, banyak kesamaan antara Covid-19 dan Influenza bagaimana kedua virus ini menyebar, tetapi jumlah orang yang rentan inilah yang memungkinkan SARS-CoV-2 menyebar dengan mudah. Kecepatan penularan merupakan poin penting perbedaan antara kedua virus tersebut. Jumlah angka infeksi sekunder yang ditimbulkan dari satu individu yang terinfeksi, diketahui antara 2 dan 2,5 untuk virus Covid-19, lebih tinggi daripada influenza. Namun, perkiraan untuk virus Covid-19 dan influenza sangat bergantung pada konteks dan waktu, tempat dan individu yang terinfeksi. Covid-19 memiliki penyakit yang parah dan tingkat kematian yang lebih tinggi daripada influenza di semua kelompok umur, kecuali mungkin anak-anak di bawah usia 12 tahun. Artinya, usia yang lebih tua dan kondisi penyakit penyerta yang mendasarinya meningkatkan risiko infeksi yang lebih parah.

Kedua, Tindakan pencegahan kesehatan masyarakat, ini upaya paling penting dalam mencegah terjadinya infeksi Covid-19. Pada kondisi pandemi ini, tindakan pencegahan individu (menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) dalam menerapkan protokol kesehatan sangatlah efektif jika ini dilakukan dengan benar. Kita menyadari, membentuk perilaku pencegahan dalam menerapkan protokol kesehatan ini yang sulit dibentuk saat ini. Upaya perilaku pencegahan ini yang perlu terus digalakan tidak hanya melalui proses adaptasi tetapi menjadi sesuatu kebiasaan baru yang terbentuk di masyarakat menjadi budaya kedepan. Inilah sebenarnya modal kita percaya dan optimis ada harapan, kita mampu dan punya bekal menghadapi pandemi Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan dan tindakan pencegahan individu, tidak hanya melindungi diri kita, tetapi juga orang lain.

Ketiga, Ketersediaan vaksin, vaksin merupakan harapan yang sangat besar ditunggu semua orang untuk diimplementasikan. Kekebalan yang diharapkan menjadi solusi mengakhiri pandemi ini. Perlu diingatkan, ketersedian vaksin kedepan bukan berarti kita mengabaikan protokol kesehatan yang sudah dijalankan saat ini. Proses vaksinasi yang akan dilakukan kedepan tentunya juga menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaannya. Proses vaksinasi membutuhkan waktu untuk persiapan menjangkau semua khalayak. Efektifitas vaksin idealnya diharapkan diatas 70% dan aman diberikan kepada masyarakat. Yang terpenting dari semua itu, tentunya membangun kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan vaksinasi ini bisa diterima oleh masyarakat kedepan. Informasi yang lengkap dan utuh serta mudah diakses salah satu cara saat ini perlu disosialisasikan secara masif kepada masyarakat.

Keempat, Kebijakan kesehatan dalam pengendalian, kebijakan seharusnya mempunyai peran penting dalam upaya pengendalian pandemi. Harapan besar, dengan kebijakan yang tepat dan terukur pengendalian pandemi benar-benar dapat dikontrol oleh pemerintah. Setiap kebijakan bisa diikuti dan disesuaikan pada strata pemerintahan dibawahnya. Tidak ada keraguan-raguan pemangku kebijakan dalam mengimplementasikan diseluruh tatanan masyarakat. Peran kepala daerah merupakan faktor kunci dalam implementasi kebijakan kesehatan ini. Penegakan aturan dan memberikan contoh serta tauladan kepada masyarakat menerapkan protokol kesehatan, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas tanggung jawab pemerintah dalam pengendalian pandemi Covid-19. Strategi yang komprehensif dalam penguatan kemampuan testing, pelacakan riwayat kontak, isolasi dan perawatan serta surveilans yang mumpuni menjadi bekal pemerintah bahwa penanganan pandemi butuh solidaritas besama dalam upaya memutus mata rantai penularan dan pengendalian Covid-19.

Ancaman mutasi varian virus baru
Ketika banyak orang bertanya, kapan pandemi ini akan berakhir.?, sampai kapan pandemi ini akan hilang.?. Mudah sebenarnya jika kita sadar dan menjawab pertanyaan ini, pandemi akan berakhir ketika semua orang disiplin menerapkan protokol kesehatan, tetapi ini yang sulit dijalankan ketika semua aktivitas kehidupan dijalankan. Pandemi ibarat passport dimana epidemi yang berjalan atau menyebar di lintas negara. Disini kita melihat ancaman kedepan, sama seperti kita melihat awal masuknya virus corona pada bulan Maret 2020 di Indonesia. Perspektif yang kita lihat tidak hanya melihat didalam daerah atau dalam negeri kita saja, tetapi bagaimana perkembangan penyebaran pandemi ini dalam tatanan global saat ini. Ancaman nyata tentunya mutasi jenis strain virus yang baru corona yang telah dilaporkan di 18 negara, 5 negara di Asia (Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Yordania ) saat ini. Mutasi virus corona sangat mungkin terjadi juga di Indonesia, kemungkinan proses mutasi ini banyak faktor yang akan mempengaruhi dan menjadi pertimbangan. Critical point faktor yang paling besar mempengaruhi mutasi virus ini adalah faktor dari inangnya dalam mereplikasi atau berkembang biak. Ini menjadi tolak ukur, dimana mutasi virus corona yang baru bisa lebih berbahaya dari yang sebelumnya. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam pengendalian adalah tingkat penularan dan severitas terhadap kematian. Jenis varian baru yang dilaporkan dari Inggris dengan kode B117 atau disebut juga VUI202012/01 lebih 70% lebih menular dari varian yang sebelumnya, tetapi tidak mematikan. Disisi lain, kecenderungan lebih tinggi menginfeksi pada anak-anak. Jenis varian lain yang juga dilaporkan adalah dengan kode D614G, ini berbeda dengan B117. Jenis D614G terletak di dalam protein yang menyusun spike virus yang digunakannya untuk masuk ke dalam sel manusia. Mutasi ini mengubah asam amino pada posisi 614, dari D (asam aspartat) menjadi G (glisin). Ini dilaporkan 10 kali lebih menular, tetapi belum tentu mematikan dibandingkan varian sebelumnya. Mutasi virus dilaporkan, penularan yang lebih cepat memungkinan merubah jalur pemajanan infeksi. Ini yang perlu dipertimbangkan untuk antisipasi kedepan, penerapan protokol kesehatan dengan intervensi kebijakan yang diiringi dengan penegakan hukum diharapkan efektif dilakukan untuk mengurangi risiko penularan dan meminimalkan acaman varian virus baru ini kedepan.

Mudah-mudahan varian baru ini tidak menjadi pandemi baru kedepan. Vaksin yang dibangun saat sekarang seharusnya juga bisa disesuaikan dengan jenis varian virus baru yang berkembang saat ini. Efektivitas vaksin benar-benar mampu mengendalikan dan mengurangi morbiditas dan mortalitas dari pandemi Covid-19 di Indonesia.(*)

Defriman Djafri
Dekan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas
Ketua, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Propinsi Sumatera Barat

NB: “Tulisan ini telah dimuat di Harian Padang Ekspress edisi Kamis 31 Desember 2020”